Jumat, 12 Juni 2015



PERMASALAHAN BRT SEMARANG

 
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Kelayakan halte-halte di Indonesia dibandigkan negara maju seperti Jerman sangatlah jauh.Di jerman calon penumpang sangat diperhatikan, halte dilengkapi dengan toilet, buku bacaan, AC dan terdapat petugas halte yang mengamankan halte. Sedangkan di Indonesia warganya lebih memilih untuk memberhentikan kendaraan umum di sebarang tempat. Salah satu penebabnyanya adalah halte yang tersedia tidak layak bagi calon penumpang.
Halte  merupakan  suatu  bentuk  dari terminal  dalam  skala kecil, yang juga merupakan tempat atau ruang yang disediakan bagi angkutan umum untuk mengangkut atau menurunkan penumpang dengan bangunan (Husain,1985). Menurut Vuchic,1981 halte berfungsi menaikkan dan menurunkan penumpang yang memiliki tanda dan informasi   mengenai pelayanan.  Menurut  hasil  penelitian  James  Paul,  2002  menyatakan bahwa  dalam  memberhentikan  atau  menaikkan  penumpang dari dan/atau  ke  bus kota harus di tempat halte resmi, ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah  RI no 41 th 1993  menyebutkan bahwa  angkutan umum kota harus melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk naik turunnya penumpang, yaitu halte.
Halte sebagai tempat pemberhetian kendaraan umum, sebaiknya memiliki fasilitas-fasiltas yang membuat calon penumpang merasa aman dan nyaman. Fasilitas tersebut berupa kondisi fisik bangunan yang indah dan bersih dilengkapi dengan kursi tunggu yang nyaman dan terdapat petugas halte. Dalam makalah ini halte BRT Semarang, memiliki masalah-masalah dengan kenyamanan dan keamanan halte berupa banyaknya pedagang kaki lima atau PKL, petugas halte hanya ada di beberapa halte, posisi halte yang tidak sesuai, dan bangunan halte yang kurang terawat. Masalah-masalah tersebut yang akan diulas pada makalah ini yaitu tentang “Permasalahan Halte BRT Semarang”.

1.2   Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.       Masalah apa saja yang terjadi pada halte BRT Semarang?
2.       Bagaimana solusi dari permasalahan halte  BRT Semarang?

1.3   Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.       Menjelaskan masalah yang terjadi pada halte BRT Semarang.
2.       Menjelaskan solusi dari permasalahan halte BRT Semarang.




BAB 2

PEMBAHASAN

2.1          Banyaknya PKL di Halte BRT Semarang

Kurangnya pengawasan dari pemerintah Kota Semarang menyebabkan PKL tersebar di kawasan sekitar halte.Pada beberapa halte PKL berjualan hingga masuk ke dalam halte. Halte BRT Semarang yang kurang pengawasan dianggap peluang bagi PKL untuk menjajakan dagangannya dikarenakan halte dianggap merupakan tempat yang strategis dalam berjualan.
Selain itu, bagi calon penumpang yang sedang lapar maupun haus tidak dapat membeli makanan atau minuman apabila tidak ada PKL yang berjualan disekitar halte. Hal ini secara tidak langsumg seperti simbolisis mutualisme yang saling menguntungkan antara pedagang dan pembeli dalam kasus ini pembeli adalah calon penumpang BRT Semarang. Pedagang mendapatkan penghasilan dan pembeli tidak lapar ataupun mengalami kehausan.
Namun, hal tersebut mengganggu ketika bus BRT Semarang akan berhenti di halte. Seringkali PKL menutupi jalur pemberhentian sehingga bus BRT Semarang mengalami kesulitan ketika akan berhenti pada halte. Terdapatnya PKL di sekitar halte juga memberi kesan yang kurang baik terhadap halte karena PKL berjualan di sembarang tempat menyebabkan halte terkesan semrawud dan padat.

Description: http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/05/15/151/1001384/shelter-di-koridor-iv-layak-diganti-Igo.jpg
                                Sumber : Koran SINDO
Gambar1: PKL berada pada kawasan halte BRT Semarang

2.2               Petugas di Halte BRT Semarang Hanya Ada di Beberapa Halte

Di negara maju seperti Jerman, pada setiap halte ada petugas yang menjaga. Fungsinya sebagai pihak keamanan, penunjuk rute, pelayanan pelanggan, dan tempat pembelian tiket. Pada BRT Semarang peran petugas halte sangat minim, hanya sebagai penunjuk rute. Selain sangat sedikit perannya, petugas halte tersebut hanya ada di beberapa halte saja. Hal ini dikarenakan tidak kuatnya anggaran pemerintah Kota Semarang untuk menambah petugas halte pada halte BRT Semarang. Petugas halte BRT Semarang juga lebih dimaksimalkan lagi perannya apabila tidak memungkinkan untuk menambah petugas halte.
Dengan adanya petugas halte juga mengurangi tindak kriminal dan pelecehan seksual di halte BRT Semarang. Pelecehan seksual sempat terjadi didalam BRT Semarang koridor 2 Terboyo-Selimut. Hal tersebut dapat terjadi akibat tingkat keamanan yang lemah dan dapat menjadi pelajaran agar pemerintah meningkatkan keamanan dengan menambah petugas, bukan hanya didalam bus, namun di halte BRT Semarang juga perlu diberi petugas untuk mencegah hal seperti itu terjadi kembali.

Description: http://imagizer.imageshack.us/a/img22/1357/nimd.jpg
Sumber: www.skyscrapercity.com
Gambar 2 : Tidak Terdapat Petugas Halte BRT Semarang

2.3               Bangunan Halte BRT Semarang Kurang Terawat

Bangunan halte pada halte-halte BRT Semarang kebanyakan mengalami kerusakan. Halte paling parah adalah halte Gedawang di kawasan Jalan Perintis Kemerdekaan dimana kondisi bangunan yang hampir roboh. Pada halte tersebut tiang penyangga atap melengkung dan besi-besinya berkarat serta banyak coret-coretan yang menambah halte terkesan kumuh dan jelek. Bahkan sebagian  armada BRT Semarang tidak menurunkan penumpang di halte tersebut. Kondisi memprihatinkan tersebut jelas disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan oleh instansi pemerintah terkait.
Selain peran pemeliharaan dan pengawasan oleh instansi pemerintah terkait, kondisi halte yang kurang terawat dipengaruhi pula oleh masyarakat terutama pelajar dan pemuda yang gemar mengotori halte BRT Semarang dengan mencoret-coret dinding halte dan memcahkan kaca halte. Dalam perawatan halte ini semua pihak ikut dalam perannya masing-masing. Dimana instansi pemerintah terkait berperan memelihara perawatan halte dan melakukan pengawasan terhadap halte BRT Semarang supaya tidak ada masyarakat yang merusak halte tersebut dan peran masyarakat adalah menjaga halte yang sudah dibangun oleh instansi pemerintah untuk tidak dirusak dan mengingatkan terhadap sesama masyarakat untuk tidak merusak fasilitas umum termasuk halte BRT Semarang.

Description: http://cdn-2.tstatic.net/jateng/foto/bank/images/halte-brt-di-gedawang-nyaris-roboh.jpg
      Sumber : www.tribunnews.jateng.com
Gambar 3 : Kondisi Halte Gedawang BRT Semarang


2.4               Penempatan Halte BRT Semarang Beberapa Tidak Sesuai

Kriteria penempatan halte yang ideal yaitu, halte berada pada wilayah padat penduduk, halte berada pada wilayah yang dekat dengan pusat kegiatan masyarakat, halte berada pada wilayah padat pemukiman, halte berada pada wilayah dengan tingkat kepemilikan kendaraan pribadi yang tinggi, halte berada pada wilayah yang memiliki kondisi sosial, budaya, dan ekonomi yang sesuai dengan  target penggunanya (Wardana,2012) .  Dalam penempatan halte BRT Semarang hal tersebut belum terlihat. Dimana ada 36 halte yang tidak efektif dan 33 halte yang penempatannya efektif (Rahardjo,Noorhadi.2013) atau kurang dari 50 % halte yang penempatannya efektif.

                                Sumber : Rahardjo, Noorhadi.2013.Sistem Informasi Geografi Untuk Evaluasi Lokasi Shelter
Bus Trans Semarang
Gambar 4 : Denah Lokasi Halte BRT Semarang

2.5               Solusi Permasalahan Halte BRT Semarang

Untuk mengatasi beberapa masalah yang telah dijelaskan, ada beberapa solusi. Untuk masalah PKL yang berjualan di kawasan halte, pihak pengelola BRT Semarang dapat memasang himbauan berupa larangan PKL berjualan disekitar halte BRT Semarang.Pihak pengelola halte BRT Semarang juga melakukan pengawasan dan penertiban terhadap PKL tersebut. Untuk mengatasi calon penumpang yang lapar dan haus dapat dibangun kios kecil di dekat halte BRT Semarang, selain memberi keuntungan bagi calon penumpang juga dapat menambah pemasukan  pemerintah.
Untuk petugas halte yang hanya ada di beberapa halte, dapat diatasi dengan menambah petugas jaga halte. Namun, bisa dengan cara lain yaitu menaruh CCTV pada setiap halte agar calon penumpang merasa aman. Untuk melayani informasi yang diperlukan dapat dengan menempelkan jadwal keberangkatan dan kedatangan BRT serta rute yang ditempuh di papan informasi, ditambah dengan memberikan nomor customer servise apabila masih ada yang perlu ditanyakan.
Dalam masalah halte bus yang kurang terawat solusinya dapat dilakukan renovasi dan pengecatan ulang dengan bahan yang lebih bagus dan awet. Kemudian pemerintah membuat sanksi tegas bagi warga yang merusak halte BRT Semarang tersebut. Dilanjutkan dengan memberi penyuluan agar warga Kota Semarang terutama pengguna jasa transportasi umum tersebut juga ikut menjaga dikarenakan halte merupakan fasilitas umum yang diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah dengan masyarakat untuk memelihara dan menjaganya.
Penempatan halte yang tidak sesuai dapat dipecahkkan dengan evaluasi dari pihak pemerintah sebelum membangun halte. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain penggunaan lahan karena memengaruhi potensi tarikan dan bangkitan penumpang, pembuatan kuisoner agar lebih tahu kebiasaan perjalanan penumpang. Lebih baik lagi jika mempunyai data origin dan destination (data OD/MAT) untuk lebih mantap dalam melakukan evaluasi.


BAB 3

PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Dari pembhasan dalam makalah ini dapat disimpulkan :
1.       Halte BRT Semarang, memiliki masalah-masalah dengan kenyamanan dan keamanan halte berupa banyaknya pedagang kaki lima atau PKL, petugas halte hanya ada di beberapa halte, posisi halte yang tidak sesuai, dan bangunan halte yang kurang terawat.
2.       Pengelola BRT Semarang dapat memasang himbauan berupa larangan PKL berjualan disekitar halte BRT Semarang.Pihak pengelola halte BRT Semarang juga melakukan pengawasan dan penertiban terhadap PKL tersebut. Untuk mengatasi calon penumpang yang lapar dan haus dapat dibangun kios kecil di dekat halte BRT Semarang, selain memberi keuntungan bagi calon penumpang juga dapat menambah pemasukan  pemerintah.
3.       Petugas halte yang masih kurang dapat diatasi dengan menambah petugas jaga halte. Namun, bisa dengan cara lain yaitu menaruh CCTV pada setiap halte agar calon penumpang merasa aman. Untuk melayani informasi yang diperlukan dapat dengan menempelkan jadwal keberangkatan dan kedatangan BRT serta rute yang ditempuh di papan informasi, ditambah dengan memberikan nomor customer servise.
4.       Halte bus yang kurang terawat solusinya dapat dilakukan renovasi dan pengecatan ulang dengan bahan yang lebih bagus dan awet. Kemudian pemerintah membuat sanksi tegas bagi warga yang merusak halte BRT Semarang tersebut. Dilanjutkan dengan memberi penyuluan agar warga Kota Semarang terutama pengguna jasa transportasi umum tersebut juga ikut menjaga dikarenakan halte merupakan fasilitas umum yang diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah dengan masyarakat untuk memelihara dan menjaganya.
5.       Penempatan halte yang tidak sesuai dapat dipecahkkan dengan evaluasi dari pihak pemerintah sebelum membangun halte. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain penggunaan lahan karena memengaruhi potensi tarikan dan bangkitan penumpang, pembuatan kuisoner agar lebih tahu kebiasaan perjalanan penumpang.

3.2 Saran

Saran berkaitan permasalahan halte BRT Semarang adalah sebagai berikut :
1.       Pemerintah sebaiknya memberi sanksi tegas terhadap pelaku yang merusak fasilitas halte BRT Semarang.
2.       Pemerintah sebaiknya dapat meningkatkan tingkat keamananan dan kenyamanan berkaitan tentang halte BRT Semarang agar daya tarik penumpang menggunakan moda transportasi umum BRT Semarang meningkat.
3.       Pemerintah sebaiknya membuat informasi rute dan jadwal keberangkatan dan kedatangan bus serta nomor customer service disetiap halte BRT Semarang.











































DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Daniel Ari.2014.Halte BRT di Gedawang Nyaris Roboh dalam www.tribunnews.jateng.com. Diunduh pada tanggal 24 Mei 2015.
Purnomo, Daniel Ari.2015.Penumpang BRT Histeris Lihat Cairan SpermaNempel di Kaus Wanita Itu dalam www.tribunnews.jateng.com.Diunduh pada tanggal 24  Mei 2015.
Wardana, Sindhung. 2012. Analisis Sebaran Shelter Trans Semarang Untuk Pengembangan Moda Transportasi Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Semarang (Studi Kasus Trans Semarang Koridor I).Semarang:Jurusan Geografi FIS UNNES.
Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung:Institut Teknologi Bandung.
Rahardjo,Noorhadi.2013. Sistem Informasi Geografi Untuk Evaluasi Lokasi Shelter Bus Trans Semarang.Yogyakarta:UGM



Kurangnya Penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari ruang terbuka publik. Dimana ruang terbuka publik dibagi menjadi dua yaitu ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut(IPB, 2011). Selain berakibat positif bagi masyarakat, ruang terbuka hijau juga bermanfaat bagi lingkungan, contohnya adalah meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan masih banyak yang lainnya.
Pada kawasan perkotaan di Indonesia, rata-rata memiliki ruang terbuka hijau kurang dari 10 %, padahal ketentuan UU. No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang (UUPR) yang mewajibkan pengelola perkotaan menyediakan ruang terbuka hijau publik sebesar 20 % dari luas kota tersebut(Farisanto, 2012). Masalah yang dihadapi pemerintah dalam tuntutan UUPR tersebut adalah karena ruang terbuka hijau dianggap memiliki nilai ekonomis yang rendah sehingga menghambat perkembangan kota tersebut. Ketika kota tersebut tidak mencukupi dalam penyelenggaraan ruang terbuka hijau, maka kota tersebut dapat mengalami beberapa masalah, diantaranya menurunkan kenyamanan kota tersebut, menurunkan keindahan alami kota dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi, dan lain sebagainya(IPB, 2011).
Penghambat penyelenggaraan ruang terbuka hijau terdapat beberapa, diantaranya yang pertama, lemahnya lembaga pengelola ruang terbuka hijau. Ditandai dengan aturan hukum yang belum jelas, belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan ruang terbuka hijau, belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola ruang terbuka hijau, dan belum terdapatnya tata kerja pengelolaan ruang terbuka hijau(IPB, 2011).
Kedua, lemahnya peran stake holder. Hal itu ditunjukkan lemahnya persepsi masyarakat. Ditambah dengan lemahnya pegertian masyarakat dan pemerintah tentang manfaat ruang terbuka hijau(IPB, 2011). Hal tersebut menyebabkan kurangnya pemanfaatan lahan terbuka sebagai ruang terbuka hijau.
Agar penyelenggaraan ruang terbuka hijau tidak semakin berkurang, dibutuhkan langkah nyata untuk menanggulanginya. Yang pertama dengan  memperbaiki lembaga yang bertanggung jawab tentang ruang terbuka publik dengan cara memperjelas dan mempertegas aturan hukum tentang UUPR (Undang-undag Penataan Ruang), setelah dibuat kemudian aturan tersebut harus dapat ditegakkan oleh lembaga pengelola ruang terbuka hijau. Lalu pembenahan tentang keterlibatan peran stakeholder yang ikut menjaga dan melestarikan ruang terbuka hijau dengan cara sosialisasi tentang pemahaman pentingnya ruang terbuka hijau bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan semua itu diharapkan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan terutama kota besar di Indonesia dapat memenuhi UU no.26 tahun 2007 tentang UUPR yaitu ruang terbuka hijau 20% dari wilayah kota tersebut.
























DAFTAR PUSTAKA